SUAMI PELIT TERHADAP ISTRI TERMASUK KDRT KAH?

Salah satu faktor penyebab terjadinya perselisihan hingga pertengkaran dalam rumah tangga adalah karena faktor ekonomi, seperti penghasilan atau gaji yang tidak cukup pengaturan keuangan yang salah, pengaturan keuangan yang tidak jujur, suami dan istri perhitungan dalam mengelola uang seperti adanya ungkapan gaji suami milik istri dan gaji istri miliknya sendiri, ada juga perselihan atau pertengkaran yang disebabkan karena suami pelit dalam meberikan nafkah kepada istrinya, sehingga istri mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan rumah tangganya.

Bagi umat Muslim, nafkah bagi istri dan anak memang sudah menjadi kewajiban suami, hal ini sebagaimana Firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah ayat 233 ;

"Kewajiban ayah memberi makan dan pakaian (nafkah) kepada para istri dengan cara ma’ruf." (QS. Al-Baqarah : 233)

Itulah dalil kewajiban suami memberi nafkah kepada istri, kemudian bagaimana hukum suami yang pelit dalam memberikan nafkah kepada seorang istri, dalam hukum negara apakah hal tersebut masuk dalam kategori kekerasan dalam rumah tangga.

Dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yang dimaksud dengan Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Dalam pengertian kekerasan tersebut disebutkan salah satu bentuk kekerasan dalam lingkup rumah tangga adalah kekerasan psikis. Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakukan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.

Kekerasan psikis tidak dapat dilihat secara kasat mata, kekerasan psikis dapat berupa sikap atau perbuatan yang tidak menyenangkan, merusak kehormatan, melukai harga diri seseorang, dan menyakitkan jiwa seseorang

Jika akibat dari perbuatan suami yang pelit dalam hal memberikan nafkah kepada istri dan mengakibatkan istri menderita secara psikis,   seperti istri meminta uang kepada suami untuk membeli kebutuhan rumah tangga tetapi tidak diberikan, justru malah menyakiti hati istri dengan mengatakan uang yang kemaren kemana, emang sudah habis, atau justru malah memaki istri, maka tindakan suami yang pelit tersebut masuk dalam kategori bentuk kekerasan psikis.

Pengertian pelit dalam kamus besar Bahasa indoneisa adalah kikir, kikir atau pelit merupakan satu bentuk kepribadian yang tidak disukai banyak orang, bahkan orang pelit saja tidak suka kepada orang yang pelit. Orang yang pelit adalah orang yang enggan memberi atau tidak suka memberi, orang pelit hanya mengedepankan untung dan rugi saja, kalaupun memberi biasanya suka mengungkit pemberiannya disertai dengan marah-marah.

Kemudian apakah suami yang pelit dalam hal keuangan bisa dipidana? kalau unsur-unsur tindak pidana kekerasan psikis terpenuhi, seperti berakibat ketakukan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, maka suami bisa dipidana dengan catatan istri harus membuat pengaduan atau delik aduan kepada pihak berwajib.

Selain itu, jika suami yang pelit dalam memberikan nafkah dan berakibat istri terlantar, maka perbuatan suami tersebut masuk dalam kategori penelantaran rumah tangga. Larangan penelantaran terhadap istri yang menjadi tanggungan suami diatur dalam Pasal 9 ayat (1). Dalam pasal 9 ayat (1) tersebut dikatakan “setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.

Adapun sanksi bagi pelaku penelantaran tercantum dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dengan ancamam pidana, berupa pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah).

Dan sanksi bagi pelaku kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga tercantum dalam Pasal 45 dengan ancaman pidana, berupa pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 9.000.000,- (sembilan juta rupiah). Jika akibat dari kekerasan psikis tersebut tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan atau kegiatan sehari-hari, maka pelaku dipidana, dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah).

walaupun seorang istri sebagai korban dari perbuatan suami yang pelit dalam hal keuangan bisa mengadukan suaminya ke pihak berwajib, sebaiknya istri berpikir panjang, apakah seorang istri tega memenjarakan suaminya sendiri, dan sebaiknya persoalan seperti ini diselesaikan dengan cara kekeluargaan, dikomunikasikan dengan baik antara suami dan istri. Suami dan istri hendaknya saling introspeksi diri atas peran dan tangggungjawabnya masing-masing.

Pada prinsipnya dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 tentang Perkawinan sudah mengatur dengan jelas kewajiban suami dan istri, yaitu suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya, dan istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaiknya-sebaiknya.

Dan yang paling penting adalah adanya keterbukaan antara suami dan istri dalam berumah tangga agar tidak terjadi kesalahpahaman, semua urusan rumah tangga harus dibicarakan secara bersama antara suami dan istri, bukan membicarakannya dengan orang lain. Suami dan istri harus bisa saling menerima apapun yang menjadi keputusan bersama yang berkaitan dengan kepentingan rumah tangganya.


Cetak   E-mail

Related Articles

KADARKUM

LOMBA KADARKUM BAGIAN 1